PENGELOLAAN SAMPAH DI
SEPANJANG SEMPADAN SUNGAI KELURAHAN PANCOR
DAN KELURAHAN SEKARTEJA
M. Akhirudin Nurul Huda
Program Studi Pendidikan Geografi
Emai: akhirulhuda@gmail.com
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengelolaan sampah di sepanjang sempadan sungai kelurahan Pancor dan Sekarteja. Penentuan
sumber data dilakukan dengan secara purposive, yaitu dipilih dengan pertimbangan dan tujuan tertentu
misalnya pada orang yang dianggap penting dan tahu tentang permasalahan
dan pengelolaan sampah. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan
cara observasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Data yang terkumpul dalam
penelitian ini dianalisis dengan menggunakan deskriftif kualitatif. Selanjutnya untuk
menguji keabsahan data dilakukan dengan cara melakukan cek silang (triangulasi) untuk mendapatkan data yang absah kemudian disimpulkan. Berdasarkan
hasil penelitian terkait pengelolaan sampah di sepanjang sempadan sungai
Kelurahan Pancor dan Kelurahan Sekarteja dapat disimpulkan bahwa gambaran pengelolaan sampah di
sepanjang sempadan sungai dilakukan
dengan lima (5) tahapan; (1) bangkitan sampah (sumber), (2) pewadahan
(pemfasilitasan), (3) pengumpulan, (4) pengangkutan, dan (5) pembuangan akhir
(controlled landfill). Jadi masyarakat hanya mengumpulkan sampah tanpa
melakukan pengurangan dan penanganan sampah di sumbernya terlebih dahulu. Begitu
juga yang terjadi di TPA, sampah langsung diangkut
atau dibawa ke tempat pembuangan akhir tanpa pemilhan.
Kata Kunci: Pengelolaan Sampah, Sempadan Sungai
PENDAHULUAN
Semakin banyak jumlah penduduk maka
semakin besar pula tekanan pada lingkungan karena jumlah penduduk yang semakin
besar membutuhkan lebih banyak sumber daya, seperti air, pangan, mineral,
energi dan ketersediaan lahan. Hal ini akan mengakibatkan peningkatan volume
sampah (BPS, 2017). Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan merilis data yang
menyatakan Indonesia merupakan negara terbesar ke-2 (dua) penyumbang sampah
plastik ke lautan. Dari beberapa data menunjukkan indikasi sampah plastik dan
sampah yang sulit terurai lainnya memiliki kecendrungan mengalami peningkatan
(KLHK, 2017).
Peningkatan volume sampah jika tidak
disertai pengelolaan yang baik akan berdampak buruk bagi lingkungan. Salah satu
dampak buruk yang timbul adalah berubah dan menurunnya kualitas lingkungan
sehingga tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Kementerian Lingungan Hidup dan
Kehutanan menyebutkan 75 persen air sungai di Indonesia sudah tercemar berat
oleh limbah domestik, (Republika, 2017). Dengan demikian kondisi muara sungai
juga turut meperihatinkan mengingat sampah yang terbawa arus akan mengotori
pantai tempat sungai bermuara.
Pemerintah Provinsi Nusa
Tenggara Barat dalam upaya mewujudkan NTB bebas sampah melaunching program zero
waste yaitu; kantor bebas sampah, 1 desa 1 bank sampah, sekolah bebas
sampah, dan kantor tanpa kertas. Kampanye kawasan bebas sampah dimulai dari
perangkat pemerintah daerah dengan mewajibkan seluruh Organisasi Perangkat
Daerah (OPD) untuk mengelola sampahnya dan mengurangi penggunaan plastik satu
kali pakai.
Sebagai respon positif
terhadap program Zero Waste tersebut, Kabupaten Lombok Timur melauncing
Program Desa Swadaya Kebersihan (PADASUKA) yaitu: bebas sampah, bebas kumuh dan
bebas gersang. Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan diharapkan melakukan
inovasi pengelolaan sampah dengan sistem 3R yaitu Reuse (guna ulang), Reduse (pegurangan) dan Recycle (daur ulang). Kedepannya, dengan program ini,
semua desa dan kelurahan memiliki bank sampah. Desa juga diharapkan bisa
membentuk Kepala Urusan Kebersihan sehingga ada yang khusus menangani sampah
(satpolpp, 2019)
Meskipun demikian, sampah
masih merupakan permasalahan lingkungan yang serius. Adanya Undang-Undang tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Sampah, dan program-program
tersebut, bukan indikator keberhasilan dalam menangani permasalahan sampah
apabila tidak didukung oleh kesadaran dan keterlibatan masyarakat. Artinya
kesadaran dan keterlibatan masyarakat dalam penanganan sampah menjadi tolak
ukur keberhasilan dalam mengelola sampah (Mulyadi, 2010). Penanaman kesadaran
lingkungan yang dimulai dari sekolah penting dilakukan karena siswa merupakan
representasi masyarakat yang akan datang. Penanaman kesadaran lingkungan
berbasis sekolah diharapkan mampu menguatkan karakter kepedulian lingkungan
siswa. Dengan demikian karakter kepedulian lingkungan akan menjadi kebiasaan
yang positif di masyarakat (Subhani, 2018).
Berdasarkan hasil observasi awal, kondisi
fisik kawasan sempadan sungai di
Kelurahan Pancor dan Kelurahan Sekarteja 60%-nya berupa bangunan rumah penduduk
dan pertokoan, sisanya adalah lahan pertanian—sawah,
perkarangan dan perikanan air
tawar. Adapun keadaan masyarakatnya, meskipun angka buta huruf di kedua
kelurahan adalah 0 (nol), kesadaran tentang pengelolaan sampah masih rendah.
Masyarakat di sepanjang sempadan sungai masih membuang sampah ke sungai. Hal
ini bisa dilihat dari banyaknya sampah di sepanjang bantaran sungai.
Seharusnya, permasalahan pengelolaan
sampah tersebut tidak terjadi, karena kedua kelurahan tersebut merupakan
kelurahan yang selain masuk dalam wilayah kota juga sebagian besar
masyarakatnya terpelajar. Hal ini bertolak belakang dengan hasil penelitian
Riswan (2011) menunjukkan tingkat
pendidikan berkorelasi positif dengan pengelolaan sampah rumah tangga. Riswan
juga mengutip pendapat Hadiwiyoto
(1983), kebodohan merupakan salah satu faktor yang menimbulkan masalah sampah.
Adapun dilihat dari fasilitas persampahan, di
Kelurahan Sekarteja memiliki tempat pembakaran sampah yang cukup luas namun
tidak difungsikan sebagaimana mestinya. Diketahui sebelumnya tempat pembakaran
sampah tersebut dikelola oleh pemuda namun karena permasalahan dana, fasilitas
tersebut dibiarkan begitu saja. Sehingga masyarakat di dekat sungai memilih
membuang sampah langsung ke sungai atau parit. Tentu hal ini suatu permasalahan yang cukup serius, mengingat kedua
kelurahan tersebut termasuk ke kecamata Selong yang merupakan ibu kota
kabupaten.
Dari uraian permasalahan di atas, maka pengelolaan sampah khususnya di sempadan sungai harus diperhatikan. Membuang sampah di sungai tidak hanya merusak ekosistem sungai saja tetapi ekosistem muara sungai juga sehingga, penggambaran pengelolaan sampah perlu dilakukan sebagai rujukan dalam menentukan kebijakan. Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengelolaan Sampah di Sepanjang Sempadan Sungai Kelurahan Pancor dan Kelurahan Sekarteja”.
METODE
Metode penelitian yang digunaka dalam
penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Metode penelitian
kualitatif dilakukan pada kondisi penelitian yang tidak dikondisikan (alamiah),
(sugiyono, 2016). Dalam penelitian ini, yang akan diamati dan diungkap adalah
permasalahan pengelolaan sampah di sepanjang sempadan sungai Kelurahan Pancor
dan Kelurahan Sekarteja. Pengumpulan data dilakukan pada natural setting (kondisi yang alamiah), sumber data primer, dan
teknik pengumpulan data lebih banyak pada observasi wawancara mendalam (in
depth interview) dan dokumentasi.
Dalam
penelitian ini, uji keabsahan data digunakan triangulasi. Triangulasi dilakukan
untuk menguji kredibilitas data dengan cara
pengecekan
melalui beberapa sumber, dan mengecek data kepada sumber yang sama dengan
teknik yang berbeda (cek silang). Teknik analisis data yang digunakan adalah
desriptif kualitatif. Analisis data dilakukan secara interaktif dan berlangsung
secara terus-menerus sehingga datanya jenuh. Aaktivitas analisis data, yaitu reduksi data, penyajian
data, penarikan kesimpulan (Miles dan Huberman dalam Sugiyono, 2016).
Langkah-langkah
analisis ditunjukkan pada gambar 1 berikut.
Gambar.1
Komponen dalam analisis data (interactive model) (Miles dan Huberman)
(sumber: Sugoyono, 2016)
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa sumber sampah tidak hanya bersal dari penduduk
yang tinggal di sempadan sungai tetapi juga merupakan sampah kiriman melalui
selokan. Hal ini dikarenakan setiap selokan yang ada di kelurahan Pancor dan
Sekarteja sebagian besar bermuara ke sungai. Selokan yang dialiri air tersebut
tidak hanya membawa limbah cair tetapi juga sampah padat non-organik ataupun
organik yang sengaja atau tidak sengaja dibuang ke selokan. Dengan demikian
sampah yang ada di sempadan sungai juga merupakan sampah kiriman dari luar
sempadan, sedangkan jenis sampah yang dihasilkan masyarakat sebgaian besar
sampah rumah tangga berupa sampah plastik (anorganik) seperti kemasan kantong
plastik, kemasan produk makanan dan sampah basah (organik) berupa sisa makanan,
sayur dan lain-lain. Adapun sampah spesifik yang memerlukan perlakuan khusus
dalam pengelolaannya misalnya seperti sampah Bahan Berbahaya Beracun (B3) tidak
ditemukan karena di sempadan sungai tidak ditemukan pabrik atau usaha yang
menghasilkan sampah spesifik.
Mengenai faktor yang sangat
memengaruhi volume sampah ditemukan bahwa jumlah penduduk dan keadaan sosial
ekonomi sangat berpengaruh terhadap volume sampah. Semakin banyak penduduk
semakin banyak pula sampah yang dihasilkan. Di lingkungan Sanggeng dan Bermi yang
lebih padat penduduknya dari lingkungan lain ditemukan lebih banyak timbulan
sampah.
Selain
padat penduduk, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kedua lingkungan
tersebut juga paling banyak dihuni oleh pelajar/mahasiswa karena dekat dengan
sarana pendidikan dan banyak kos-kosan. Hal ini berkaitan dengan keadaan sosial
masyarakat di mana aktifitas masyarakat yang masih berstatus pelajar/mahasiswa
lebih aktif. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada indikasi pelajar/mahasiswa
yang kos menghasilkan lebih banyak sampah plastik dari pada penduduk asli.
Sempadan sungai di Lingkungan Sanggeng dan Lingkungan Bermi
yang memiliki populasi
pelajar/mahasiswa lebih banyak ditemukan timbulan sampah yang lebih banyak dari
lingkungan lain. Hal ini disebabkan oleh kebisaaan
pelajar/mahasiswa lebih banyak menghabiskan waktu di sekolah/kampus dari pada
di kos sehingga banyak dari mereka yang memilih untuk membeli makanan siap saji
saat pulang misalnya lauk pauk, mi instan dan lain-lain yang akan menimbulkan
sampah.
Gambar.2
Sampah plastik yang banyak ditemukan di bantaran sungai
(sumber: dokumen pribadi, 2019)
Jadi dapat disimpulkan bahwa sebagian besar sampah
yang dihasilkan adalah sampah rumah tangga berupa sampah plastik. Kemudian jumlah penduduk dan keadaan sosial ekonomi masyarakat sangat memengaruhi
volume sampah. Ditemukan bahwa, di lingkungan yang banyak pelajar/ mahasiswa
kos seperti di Lingkungan Bermi dan Lingkungan Pancor, lebih banyak timbulan
sampah daripada di lingkungan lain.
Selanjutnya dalam hal
pengelolaan sampah, pemerintah kelurahan belum menggarkan maupun memprogramkan
kegiatan yang bisa menunjang kegiatan pengelolaan sampah oleh masyarakat
sendiri. Pengelolaan sampah dilakukan secara kondisiona misalnya saat ada
penomena sampah. Hasil wawancara dengan Bapak Zulkipli “Kita
tidak ada anggaran khusus, tidak ada program penanganan khusus. Itu sifatnya
kondisional . . . kalo ada emergensi kita hubungi dinas LHK (Lingkungan Hidup
dan Kebersihan)” (wawancara tanggal 14 Agustus 2019). Jadi, pengelolan
sampah diserahkan ke Dinas LHK. Berdasarkan informasi dari Bapak Azro’i bahwa
dalam pengelolaan sampah, Pemerintah Kelurahan Pancor akan menjalin kerja sama
dengan Kelurahan Sekarteja dan Dinas LHK sebagai bentuk dukungan program Zero
Waste Pemerintah Provinsi.
Adapun pengelolaan sampah
secara mandiri oleh masyarakat belum ada atau masih sebatas mengumpulkan sampah
tanpa melakukan pengurangan dan penanganan terlebih daulu. Hal ini dikarena
belum adanya program pemerintah yang menunjang kegiatan dalam pengelolaan sampah.
Selain itu juga sistem pengelolaan sampah oleh dinas terkait dalam hal ini
Dinas LHK masih menggunakan sistem pengelolaan sampah sentralitik tanpa peran
serta masyarakat dan tanpa proses pemilahan. Sehingga himbauan untuk melakukan
pengurangan dan penanganan sampah baik dari pemerintah Kelurahan maupun Dinas
LHK belum dilakukan melainkan hanya himbauan untuk menjaga kebersihan saja.
Dengan demikian masyarakat hanya mengumpulkan sampah kemudian diangkut oleh
petugas kebersihan. Matrik model pengelolaan sampah yang ditemukan bisa dilihat
pada tabel berikut.
Tabel. 1 Matrik
model pengelolaan sampah
No. |
Proses |
Gambar |
1 |
Bangkitan
Sampah |
(sumber:
dokumen pribadi, 2019) |
2 |
Pewadahan
|
(sumber:
dokumen pribadi, 2019) |
3 |
Pengumpulan |
(sumber:
dokumen pribadi, 2019) |
4 |
Transfer
dan transfort |
(sumber:
dokumen pribadi, 2019) |
5 |
Pembuangan
akhir/ Controlled lanfill |
(sumber:
dokumen pribadi, 2019) |
Dari segi pemanfaatan lahan, di sempadan sungai Kelurahan Pancor dan Kelurahan Sekarteja ditemukan banyak bangunan yang mepet dengan sungai. Hal ini akan mengganggu ekosistem sungai dan melanggar peraturan tentang pemanfaatan sempadan sungai. Selain itu, bantaran sungai juga dijadikan tempat pembuangan sampah. Di bantaran sungai banyak ditemukan timbulan sampah. Jadi, meskipun masyarakat di sepanjang kawasan sempadan sungain sebagian besar dari kalangan terpelajar namun hasil penelitian menunjukkan akan tingkat kesadaran masyarakat yang masih rendah. Hal ini senada dengan yang dikatakan oleh Pak Lurah Pancor Bapak Azro’i dan beberapa informan yang diwawanarai.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian terkait pengelolaan
sampah di sepanjang sempadan sungai Kelurahan Pancor dan Kelurahan Sekarteja
dapat disimpulkan bahwa, pengelolaan sampah di
sepanjang sempadan sungai dilakukan
dengan lima (5) tahapan; (1) bangkitan sampah (sumber), (2) pewadahan
(pemfasilitasan), (3) pengumpulan, (4) pengangkutan, dan (5) pembuangan akhir
(controlled landfill). Jadi masyarakat hanya mengumpulkan sampah tanpa
melakukan pengurangan dan penanganan sampah di sumbernya terlebih dahulu. Begitu
juga yang terjadi di TPA, sampah langsung diangkut atau dibawa ke tempat
pembuangan akhir tanpa pemilhan.
SARAN
Perlu adanya program
pemerintah kelurahan maupun dinas terkait, yang bisa menunjang kegiatan
masyarakat dalam pengelolaan sampah. Dengan demikian diharapkan kesadaran
masyarakat akan tubuh sejalan dengan apa yang diharapkan sesuai tujuan program
tersebut.
Kemudian, kita sebagai peneliti agar tidak hanya menjadikan penomena alam atau fenomena sosial yang terjadi sebagai obyek penelitian saja atau berkontribusi dalam bentuk karya ilmiah saja tetapi berkontribunsi nyata mengajak dan ikut berpartisipasi dalam menjaga serta melestarikan lingkungan.
DAFTAR
PUSTAKA
Satpolpp. (2019). Program desa swadaya kebersihan
(PADASUKA) desa dasan lekong lombok timur. Online http://satpolpp.lomboktimurkab.go.id/baca-berita-158-program-desa-swadaya-kebersihan-padasuka-desa-dasan-lekong-lombok-timur.html
diakses pada tanggal 23 Maret 2019.
Badan Pusat Statistik Indonesi. (2017). Statistik
lingkungan hidup indonesia environment statistics of indonesia 2017. Penerbit:
Badan pusat statistik.
Kementerian Lingkungan Hidupdan Kehutanan Republik
Indonesia. (2017). Surat Edaran Nomor.SE.1/menlhk-setjen/Rokum/PLB.3/1/2017
tentang Pelaksanaan Peringatan Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) Tahun 2017.
Mulyadi, A., Husein, S., & Saam, Z. (2012). Perilaku masyarakat dan peranserta pemerintah daerah dalam pengelolaan sampah di kota tembilahan. Jurnal Ilmu Lingkungan, 3(02).
Riswan, R., Sunoko, H. R., & Hadiyarto, A. (2011). Pengelolaan sampah rumah tangga di Kecamatan Daha Selatan. Jurnal Ilmu Lingkungan, 9(1), 31-38.
Subhani, A., Hadi, H., & Agustina, S. (2018). GERAKAN SADAR LINGKUNGAN (DARLING) DAN SIAP SIAGA BENCANA (SIGANA) MELALUI PROGRAM GEOGRAPHY PARTNER SCHOOLS (GPS). Geodika: Jurnal Kajian Ilmu dan Pendidikan Geografi, 2(1), 1-8.
Sugiyono. (2016). Memahami penelitian kualitatif. Bandung: alfabeta
relate to:
No comments:
Post a Comment